![]() |
Jimpitan Uang Receh |
Ini adalah hasil wawancara dengan bapak saya
mengenai “Jimpitan” disertai referensi-referensi yang mendukung.
Apa itu
jimpitan?
Jimpitan adalah uang kumpulan warga
untuk menggerakkan ronda yang ditaruh pada sebuah wadah (biasanya irisan botol
air mineral platik atau bambu) yang digantungkan pada tembok. Selaras dengan
definisi yang bapak saya sampaikan, ahli budaya Jawa Prapto Yuwono menuturkan
bahwa jimpitan adalah satu bentuk tabungan di desa yang tujuannya sekadar
mengganti jasa ronda. Beliau juga mengungkapkan bahwa jimpit berasal dari
bahasa Jawa yang artinya mengambil sedikit dengan tiga ujung jari, yaitu
jempol, telunjuk, dan jari tengah.
Pemanfaatan
dan Kepengurusan Jimpitan
Jimpitan biasanya diurus oleh para pengurus RT
(Rukun Tetangga). Selain untuk keperluan ronda, uang jimpitan juga dapat
digunakan untuk kerja bakti, pemasangan umbul-umbul 17-an, dana sosial
kunjungan warga yang sakit, menambal kerusakan jalan dengan semen dan pasir,
wisata, dan juga membeli alat dan cairan penyemprot disinfektan untuk penanggulangan
corona. Uang jimpitan tersebut akan dicairkan untuk hal-hal tersebut setelah
dimusyawarahkan dengan pengurus RT dan disetujui oleh ketua RT.
Dulunya, jimpitan bukan berupa uang tetapi
beras dalam jumlah yang sedikit (sejimpit). Namun karena hasil jimpitan beras
ini harus dijual dahulu baru mendapatkan sejumlah uang sehingga merepotkan,
kini jimpitan diganti dengan menggunakan uang recehan. Nominal jimpitan yang
disumbangkan oleh setiap keluarga pun bervariasi sesuai keinginan pemberi
jimpitan. Nominalnya bisa Rp300 (minimal), Rp500, atau bahkan Rp1000.
Di desa Kauman, Jepara, Jawa
Tengah, warga jimpitan uang receh sebesar Rp500. Dana tersebut dikumpulkan lalu
dikelola sendiri untuk membangun desa. Uang yang terkumpul dijadikan modal
usaha berupa warung kopi, toko kecil yang menjual beras organik dan rokok,
serta membangun fasilitas internet bagi warga. Jimpitan ini juga berhasil
membuka lapangan pekerjaan bagi 4—7 warga. Dalam hitungan bulan, dana hasil
swakelola tersebut berkembang dan rencananya akan digunakan pula untuk menyubsidi
kegiatan Posyandu dan kelas belajar warga. Selain itu, jimpitan juga terbukti
mampu menyelamatkan warga yang tidak dapat mengakses layanan keuangan. Karena itulah
banyak orang menyebut jimpitan sebagai kearifan lokal yang mesti dipertahankan,
terlebih tradisi ini juga sejalan dengan konsep gotong royong di Indonesia.
Ternyata saat ini ada juga yang kembali
menerapkan jimpitan menggunakan beras sesendok yaitu di Dusun Ngumpul,
Desa Kedungumpul, Kecamatan Kandangan. Setelah beras terkumpul banyak, beras
ini dibagikan oleh Karang
Taruna yang menjadi relawan Rumah Zakat ke warga yang membutuhkan berdasarkan
rekomendasi dari ketua RT.
Sejarah
Jimpitan
Jimpitan sering dilakukan di
pedesaan-pedesaan dan perkampungan-perkampungan di Jawa, utamanya D. I.
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Meski demikian, sejarah awal dimulainya
jimpitan masih merupakan sebuah misteri karena banyak versi yang mengungkapkan
tahun awal dimulainya jimpitan. Namun yang pasti tradisi ini dimulai sejak warga
desa di Jawa berkesadaran diri untuk tinggal
berkelompok dengan warga lain yang sama-sama memiliki kesulitan ekonomi pada
masa penjajahan Belanda.
Di era 1960—1965 kala inflasi berkisar dari 20
hingga 694 persen, periode tersebut
merupakan bencana bagi masyarakat. Harga kebutuhan pokok naik. Rakyat prasejahtera
kesulitan membeli barang-barang kebutuhan pokok. Akan
tetapi, jimpitan menjadi penyelamat karena jimpitan beras membuat rakyat
prasejahtera bisa mendapatkan beras secara cuma-cuma. Dengan tradisi ini,
rakyat prasejahtera jelas terbantu.
Setelah membaca pemaparan tersebut, kita bisa
menyimpulkan bahwa betapa pentingnya mempertahankan keberadaan kearifan lokal, dalam hal ini jimpitan, dari masyarakat kita terdahulu sehingga di
saat-saat genting, misal saat ini pandemi corona, kita masih bisa bertahan
untuk melawannya, baik dari segi kesehatan (membeli alat dan cairan disinfektan
dari hasil jimpitan uang receh) maupun kecukupan pangan (beras dari hasil
jimpitan beras). Semoga artikel ini bermanfaat.
Terima kasih kepada:
Bapak saya
https://www.indonesia.go.id/ragam/budaya/kebudayaan/jimpitan-tradisi-pendukung-ekonomi-rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar